SHARE

Ketum PP Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir

CARAPANDANG.COM -  Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir mengatakan sepanjang hidupnya, presiden pertama Indonesia, Ir Sukarno telah menorehkan tinta emas bagi perjalanan bangsa. 

Haedar meminta bagi pihak-pihak yang mengenang Bung Karno saat ini, tidak hanya mengenal secara ritual, tetapi mengambil sari dari jejak langkah Bung Karno.  Dia menilai banyak hal yang bisa diteladani dari Proklamator RI Soekarno.

Dari segudang teladan itu,  kata dia setidaknya ada lima ringkasan yang bisa diikuti oleh para pecinta Putra Sang Fajar itu.  Pertama, Bung Karno telah memberikan contoh bagi kita sebagaimana para pendiri bangsa dan pejuang bangsa di negeri tercinta, yakni pengkhidmatan, perjuangan, dan pengorbanan yang tanpa pamrih untuk Indonesia, baik sewaktu melawan penjajah maupun setelah Indonesia merdeka, jelas Haedar menyambut Haul Ke-51 Bung Karno, 21 Juni 2021.

Haedar menyatakan bahwa Bung Karno sampai harus dibuang ke Ende, ke Bengkulu, dan diasingkan ke berbagai tempat. Bahkan, Bung Karno pernah dipenjara di Bandung.

Teladan yang kedua, Bung  Karno adalah sosok yang bersahaja dan mencintai rakyat kecil. Sampai akhir hayatnya, seperti yang kita ketahui Bung Karno tidak memiliki harta dan materi, tetapi sejarah perjalanannya sangat mencintai rakyat kecil, lahir dan batin. 

Menurut Haedar, konsep Marhaenisme adalah wujud dari pengkhidmatan Bung Karno untuk membela kaum lemah, duafa, dan rakyat jelata. Dia mengharapkan tindakan Bung Karno itu mengilhami para anak bangsa.

Teladan ketiga, Bung Karno adalah sosok pemimpin yang cerdas, berilmu, berwawasan, dan bervisi kebangsaan yang melintas batas.

Teladan keempat, Bung Karno adalah pembelajar yang selalu haus ilmu, belajar pada siapa pun. Saat muda dia pernah belajar pada Tjokroaminoto, Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahaln, dan  tokoh-tokoh lain yang menjadi rujukan dari sejarah perjalanannya di samping pada tokoh-tokoh dunia.

Lebih lanjut dia mengatakan Bung Karno adalah pribadi yang gemar membaca dan visi kebangsaannya melampaui zaman. "Bung Karno juga sosok yang mampu mengintegrasikan keagamaan, keislaman, dan kebangsaan atau keindonesiaan," ujarnya.

Menurut Haedar, ketika Piagam Jakarta kemudian dikompromikan, lalu lahir kesepakatan yang menjadi dasar dari Hari Konstitusi 18 Agustus 1945 tentang Pancasila, dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah bukti dari Bung Karno adalah sosok yang selalu mencari titik temu tentang agama dan keindonesiaan.

Bahkan ketika mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 disebutkan Piagam Jakarta adalah menjiwai Undang-undang Dasar 1945. Dia menambahkan, Bung Karno betul-betul memberi teladan bahwa agama dan Islam bukanlah lawan dari keindonesiaan, kebangsaan. Namun, satu senyawa untuk Indonesia.

Teladan yang kelima, kita belajar dari Bung Karno tentang kenegarawanan. Jiwa kenegarawan Bung Karno melintas batas dan melampaui segalanya. Beliau mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari kepentingan diri dan kelompoknya.

Haedar menyatakan Bung Karno berdialog dengan siapa saja, bahkan tetap menjalin  hubungan dengan mereka yang berpandangan politik berbeda. Bung Karno juga menjadi sosok yang dalam saat-saat kritis menempatkan kepentingan rakyat dan bangsa di atas segalanya.

“Lima teladan ini di samping masih banyak teladan yang lainnya harus menjadi rujukan kita yang mengenang Bung Karno, mencintai Bung Karno, dan ingin meneruskan jejak Bung Karno sebagaimana tokoh-tokoh bangsa di republik tercinta ini. Bagaimana kita selalu berjuang tanpa pamrih bersahaja tanpa memupuk materi dan cinta rakyat kecil lahir dan batin dalam tindakan nyata,” demikian Haedar.

Tags
SHARE