SHARE

Istimewa (Net)

CARAPANDANG.COM -  Dewan Pakar Sound of Borobudur yang juga guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prof Melani Budianta Ph.D mengatakan bahwa Candi Borobudur bukan sekadar batu atau tempat berselfie, tapi merupakan lumbung ilmu pengetahuan dan lumbung budaya.

Hal ini disampaikan Prof Melani pada peluncuran International Conference Sound of Borobudur dengan tema Music over nations yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Senin.

Relief-relief pada Candi Borobudur jika digali maka akan ditemukan sangat banyak pengetahuan. Sedangkan musik hanyalah salah satu bagian dari pengetahuan yang bisa digali dari candi tersebut.

"Dengan masuk di satu dimensi saja sudah begitu banyak pengetahuan dan gerak yang bisa dilakukan, multi dimensi dari segi penggalian musiknya, jejaringnya, ajakannya memanggil orang untuk mengeksplorasi," katanya.

Dia memandang Candi Borobudur juga merupakan lumbung budaya, bukan hanya untuk sebagian orang, tetapi untuk semua orang. Artinya seluruh komunitas yang ada di sekitar Borobudur bisa memakai atau memanfaatkan Borobudur untuk penghidupannya, untuk kreasinya, dan lainnya.

"Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah dan sudah melihat bagaimana teman-teman di Sound of Borobudur (SOB) ini bekerja sejak lima tahun lalu, mereka mendapatkan inspirasi dari panel-panel candi, kemudian mempelajarinya, mencari kaitannya dengan alat-alat musik yang ada lalu membuat replikanya, mencoba memainkannya dan berbagai hal lainnya.

Kemudian pada April 2021, katanya para ahli juga sudah berkumpul karena untuk membuat klaim pengetahuan diperlukan sebuah proses akademik dan hal itu sudah dilakukan berkumpul ada etnomusikologi, sejarawan, arkeolog, yang kemudian membahas mengupas panel-panel Candi Borobudur.

Pada seminar Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia 7-9 April 2021 tersebut, katanya ada beberapa temuan misalnya ada 200 jenis alat musik dan menegaskan kembali bahwa Borobudur adalah sumber data artefaktual tertua yang terbanyak menggambarkan orkestrasi musik dengan beragam komplseksitasnya.

Kemudian 44 panel di Candi Borobudur menunjukkan aspek-aspek yang muncul dari musik, bukan hanya dalam tataran spiritual dan religi tetapi juga dilihat di panel itu bagaimana musik sebagai hiburan, musik sebagai sarana ekonomi untuk mencari nafkah dan bagaimana musik itu sebagai penyembuhan, meditasi.

Purwa Caraka dari Yayasan Padma Sada Svargantara menyampaikan musik adalah bahasa universal manusia.

Ia menyampaikan penemuan relief alat musik di Candi Borobudur sebenarnya merupakan kejadian yang sudah lama, tidak ada yang istimewa dari kejadian itu, namun hal ini hanya menjadi sebuah ilmu pengetahuan pasif saja.

Selama 13 abad Borobudur ada di tempatnya, tidak ada yang berusaha mengeksplorasi lebih dari sekadar batu mati sehingga gagasan untuk membunyikannya adalah sebuah gagasan yang cerdas dan original serta perlu ditindaklanjuti dengan baik oleh semua pihak.

Ia menuturkan dengan ratusan gambar relief alat-alat musik dengan lebih 40 relief panel menunjukkan aktivitas musik di tempat itu pada 13 abad yang lalu dan sejauh ini belum ditemukan di tempat lain.

Uniknya lagi sebagian besar alat-alat musik itu tidak ditemukan lagi di Jawa Tengah, tetapi justru ditemukan menyebar di 34 provinsi di Indonesia bahkan ditemukan kemiripannya di 40 negara lain.

Ia menyampaikan bukti Borobudur sebagai pusat musik dunia sekaligus memberikan penguatan kajian-kajian ilmiah mengenai Borobudur di berbagai bidang keilmuan.

Bukti tingginya peradaban saat itu dapat terlihat pada relief yang menggambarkan bukan saja bentuk alat-alat musik tetapi juga orang bermain musik secara berkelompok atau sekarang disebut orkestra. Dalam bermain kelompok dipastikan ada hal-hal yang tidak sederhana menyangkut aransemen, tata bunyi, harmonisasi, struktur. dan juga tidak kalah pentingnya manajemen walaupun saat itu dilakukan secara tradisional.

Tags
SHARE